Monday, February 05, 2007

Maiden

Aku mulai merasa sentimental. Kusibakkan sehelai rambut yang menutupi dahi. Aku merasa berirama. Bukan karena pesona, juga bukan suasana. Apakah kuasa selalu menguntitku dari belakang? Tentu saja tidak. Ia telah menempel di punggungmu sejak lama. Sebuah guyonan lama. Aku tidak menganggapnya sebagai hal yang serius. Cinta……!! Bukanlah aku terbakar aromanya. Seakan melangkah di bebatuan terjal menembus awan. Apalagi kalau bukan dahaga. Siang hari ku akan terjaga. Meratapi sebuah tudung putih yang akan menghias di kepala. Sudah bolehkah aku mencintaimu? Berbekal nyawa seroja menghunus kuasa. Memaksa menggunakan kata pusaka. Aku mencintaimu hidup dan mati. Sudah bolehkah aku tinggal di hatimu? Bertarung dengan semua kebutaan dan khayalan. Oh, aku pasti mati hari ini. Sebuah kue tart besar dihadiahkan kepada pasangan sehidup-semati. Aku mendengar pendeta memanggil nama kita. Aku dan Kamu. Kita berjalan menuju altar penindasan. Kukira cerita itu sudah terkubur jauh di dalam tanah. Sayang sekali bila ini terlewatkan . Kita sudah menginjak usia uzur dan tak ada yang menghalangi jalan yang kita pilih. Tak siapapun. Namun tidakkah kau meragu? Karena aku pasti meragu. Aku hanya mendengar suara tersekat ketika kau mengatakan akan menikahiku. Kau tak perlu menikahiku kalau kau tak mau, karena aku yang akan menikahimu. Tak pernah kutahu apakah sebesar ini rasa yang harus aku rengkuh. Sayang sekali. Sungguh sayang. Berbeda dalam setiap keheningan, kita berdua berlayar dalam duka. Melompati satu dengan yang lain dan saling bertatap mesra. Biarlah aku meraba senandungmu agar kau bergelora. Karena kita tak satu pun jua merasakan apa-apa. Ketakutan itu berakhir dengan tawa. Sedikit tawa yang disuguhkan di dalam cangkir teh yang menusuk di tenggorokan. Sungguh tak berhak kukatakan ini. Tak berhak pula aku berdiam diri. Sebab permainan baru saja dimulai. Dan kita berdua yang pertama kalah. Aku mafhum dengan berita itu. Seperti kotoran yang berenang di kolam sabun. Kita mengaduk bara dengan tangan telanjang. Meludahi kue tart mewah itu dan seenaknya mengotori gaun kita dengannya. Telanjang adalah ketololan. Wajar bila kita menginginkannya. Aku merindui bait-bait ketelanjangan yang terukir dalam sanubari. Mencoba ’tuk menariknya keluar untuk sesaat menampakkan bayangnya. Aku tak pernah bisa apa-apa. Bukan seoang yang tegas dengan kebingungannya. Sebuah tirani atas nurani. Sebuah ketololan..... Hingga bumi tidaklah berarti, cukup senangkah kau mencintai? Gurih dan segar menguncup bunga itu berpendar tersapu angin. Aku tak mampu menghentikan bukan karena lemah. Kuasa tak pernah berbuat apa-apa. Ia hanya tertawa mengundang agony terputus dari plasentanya. Akan menghisap apa ia? Bahkan madu tidaklah kupunya. Aku terpeleset dalam kemiskinan. Tak lagi bertuan, tak lagi berbudak. Hanya kenekatanku menantang hidup membuat gentar seluruh prajurit istana. Akan kurebut kembali sari itu kembali ke tempatnya. Akan kulepaskan rantai-rantai pembunuh yang terkesiap di antara lebat hujan menghajar. Aku akan berkuasa atas ketololanku!!! Seperti ada yang janggal dalam perjuanganku. Pedang in tak berarti apa-apa tanpa gagangnya. Aku lupa membelinya tadi di pasar loak. Aku akan membeli yang baru. Sebenarnya aku lebih suka yang second hand. Tapi ini menentukan nasib dunia. Ya! Dunia yang berdiri atas ketololanku. Aku akan menciptakan surga bagi orang-orang tolol. -Antonio Fiscossin-

Valentine Break

I Hate You !!! Sudah habis kopi susu instan itu tertelan. Kini tinggal setengah batang Surya yang akan menghabiskan riwayatnya di tanganku. Diiringi Party Hard-nya Andrew W. K. dan buaian kipas listrik 40 watt aku kembali mengerdipkan mata untuk keseribu kalinya. Mata ini tak dapat terbuka dengan sempurna. Mungkin ada yang salah dengan engselnya. Padahal tadi sudah kulumeri oli rendah kafein demikian banyak. Salah sendiri nggak diganti. Goblok! 23.38, waktu di pojok layar komputer mengingatkanku pada jam dinding yang tertempel di salah satu sudut stasiun ketika membeli tiket ke Jakarta. Sudah belanja aku di GM (Gembong Mall), belanja baju obralan sepuluhribu tiga. Sudah pula kupersiapkan sedikit snack untuk perjalanan, sebungkus plastik es sinom mbok Jarmi dan roti bakery khas Jawa, lepet. Kelihatannya perjalanan besok akan terlalui dengan lancar. Semoga saja. I Hate You !!! Kulirik kembali layar monitor itu. Ada percabangan horizon terukir di depannya, atau mataku yang mulai mengantuk. Dadaku tiba-tiba terasa sesak. Aku menghembus-hembuskan hidungku. Seakan ada segudang upil yang bercengkerama di sana. Berbaris rapi membangun pagar pertahanan bagi siapa saja yang akan melintas. Sepertinya, setiap udara yang ingin masuk dikenai wajib lapor. Benar-benar birokratis upil-upil zaman sekarang. Kuhisap asap tembakau yang keluar dari pantat rokokku dan menghembuskannya dengan keras lewat hidung. Huf! Huf!, aku hidup!!! Pilihan lagu beralih mendendangkan Plug in Baby-nya Muse. Lagu ini gile bener. Coba dengerin reffrain-nya: my plug in baby crucifies my enemies when I’m tired of giving, my plug ini baby in unbroken realities is tired of living. Kenapa gile? Boro-boro tahu maksudnya, buat tahu artinya aja mesti buka dictionary dulu. Pernah waktu dulu aku pas naik angkot mau pulang ke rumah, ketemu cewek. Cantik enggak, jelek juga enggak. Duduk di sebelahku sambil pamer paha. Waktu itu bulan terang, penumpang tinggal kami berdua. Entah kenapa dia mesti mepet-mepet, mungkin lantaran lagi sendu (seneng ndusel). Aku bergaya cuek sok cool. Tangan yang sedari tadi megangin tas biar gak jatuh tiba-tiba ditariknya dan ditumpangkan ke pahanya. Bayangkan bagaimana reaksiku? Sontak aku teriak, depan kiri pak!! Dua menit setelahnya aku menyesal. I Hate You !!! Dikiranya jadi model itu gampang. Perlu usaha yang keras. Selain itu juga butuh kemauan yang keras juga. Selanjutnya juga harus bisa bikin orang jadi “keras”. Model sekarang banyak sekali kelakarnya. Selama dua dasawarsa ini aku menganggur. Mencitrakan eksistensi dalam krisis identitas dan sering diikuti dengan krisis moral dan krisis orgasme, ataupun krisis-krisis yang lain. Kenapa juga Krisdayanti mesti kawin sama pemain bola? Meski begitu aku tak pernah kelaparan tinggal di Surabaya. Ada paman yang menyayangiku, sebegitu sayangnya sampai-sampai aku diberi kado ultah yang seharusnya tidak ia berikan ketika aku ganti usia ke-18 kalinya. Aku tidur dengan istrinya. Aku senang sekali meski paginya aku mendengar ia memaki-makinya lantaran tak ada setoran pada hari itu. Semenjak itu kuputuskan mencari jejak sejarahku yang terurai di tengah jalan. Aku akan jadi orang! Aku akan jadi orang! Begitu sumpahku. Perusahaan kontraktor mulai mempekerjakan aku minggu depan. Tidak tanggung-tanggung aku langsung dikirim ke ibu kota. Mungkin sudah terlalu banyak tenaga di Surabaya, aku tak tahu. Akhirnya keluar juga aku dari lumpur kotor itu. Tak lagi-lagi aku mengurusi bisnis kotor (commodirty) tanpa hasil di internet, jual beli gambar porno. Sebagai penjelajah dunia cyber aku termasuk orang yang cukup bernyali. Puluhan bahkan ratusan gambar porno, baik bergerak maupun tidak, telah mampir dan pergi dari e-mailku. Bahkan gambar pasangan artis yang baru-baru ini heboh juga sempat melawat dengan cepatnya. Bukan hanya tambahan saldo yang menumpuk di rekening, tapi juga virus impotensi mulai menumpuk di antara belahan kakiku. Terlalu sering melihat yang porno-porno ternyata juga tiak baik bagi kesehatan “adik”. I Hate You !!! Kamu adalah kekasih pertama dan terakhirku. Kamulah yang akan menikmati virginitasku selamanya. Kamu juga yang akan menghangatkan tubuhku dengan lengket ludah bercampur kelembutan madu asli Kalimantan. Diamkan burung yang berkicau dan sembelih anaknya yang tak tahu sopan-santun. Karena Aku dan Kamu akan memulai persenggamaan kasih tanpa akhir. Tebarkan wangi parfum murahan itu ke jalan-jalan agar semua orang menciumnya dengan dengusan nafas berhambur tak karuan. Sekali lagi kita tak akan terganggu dengan hiruk-pikuk wajah bopeng dunia. Ketika kau berada dalam pelukku dan aku dalam angan-anganmu. Lalu-lintas ta semacet kemarin, tapi tak membuatku lupa akan tabrakan yang menyenangkan pagi itu. Kau menabrakku selugu singa menundukkan mangsanya. Bukan sengaja, hanya kebutuhan. Tak sakit memang. Hanya bunyi sirene ambulance membuatku kebelet kencing. Kuurungkan niatku karena di sebelah petugas rumah sakit kau menatapku khawatir sembari menggumamkan kata-kata yang tak jelas. Sepertinya kata aku sayang kamu. Ah!! Itu hanya perasaanku saja. Aku pikir cantik juga penabrakku hari ini, seperti pedagang sayur berpikir pelit juga pembeliku hari ini. Akhirnya aku bermimpi menjual sayur dan ditabrak oleh pembeli yang pelit. Sial!!! I Hate You !!! Hilag sudah satu tiket ke Jakarta. Tertebus oleh kelumpuhan otak. Akan tinggal berapa lama lagi aku di sini? Edan!! Sedikit lagi “lewat” masih memusingkan pekerjaan. Lalu bagaimana aku harus membayar biaya rumah sakit. Tenang..... Penabarakmu sudah melunasi semua tagihanmu. Begitu ujar suster seraya membantu melepas baju rawat yang sudah apek keringatku. Aku merasa sexy. Opname tiga hari hanya untuk tidur dan masturbasi sungguh membuatku merasa baikan. Sekarang yang harus kulakukan adalah mencari si penabrakku dan melamarnya. Kau membukakan gerbang dunia lain untukku. Belum pernah kusentuh rumah seperti ini selain di sinetron-sinetron Raam Punjabi. Itu pun lewat retina. Bajumu rupanya tertinggal di lemari, sehingga yang tersangkut hanya celana cekak dan tank-top di tubuhmu. Bisa kulihat kau membawa tankful di dalam tank-topmu, WOW!!! Aku merasa dipersilahkan masuk. Dan kau membusuk dalam kebimbangan. Ma...af, maa...aaaf. Kemaren nggak sengaja, lagi ngeliat spion eh malah ada orang nyebrang di depan. Aku terpana melihat keliaranmu berargumen. Sepertinya sudah sembuh benar kaki yang bersarang di dalam gipsku. Nggak papa, koq. Aku ke sini hanya mau bilang sesuatu ke kamu. Apa itu? Tanyamu berusaha sekuat tenaga biar terlihat penasaran. I Hate You !!! Dan begitulah aku mendapatkan seorang kekasih.......... -Antonio Fiscossin-

Thursday, January 25, 2007

HILANG

Selera orang berbeda-beda……… Ini bukan hantu yang bergentayangan dalam ruang mayat suamiku. Bayangan itu serasa nyata dalam kerlip mata. Suamiku yang gagah, yang setiap hari melayani sawahnya, yang setiap pagi memanjakan tanaman-tanaman padi dengan hatinya, kini terbujur kaku di atas sebuah meja kayu 1x2meter. Matanya yang tertutup mengingatkanku pada tumpukan beras setelah panen. Harum ini seharum bau peluh suamiku sepulang bekerja. Tak penah terpikir ia akan pergi secepat ini. Belum genap 1 tahun kami menikah, tetapi apa yang menimpa suamiku benar-benar mengkaramkan pernikahan kami. Di seberang desa itu, di tengah malam satu hari yang lalu terdengar suara percakapan antara tiga orang. Salah satunya terdengar lebih pesolek dari yang lain. Apa kalian berhasil? Tanyanya. Kami bukan hanya membunuhnya. Jawab si Buncit. Ya, kami juga melindaskannya ke kereta api. Tambah si botak. Bagus! Besok ambil uangnya di dalam pot bunga di depan rumahku lalu kalian cepat-cepat tinggalkan daerah ini. Balas si pesolek. Masih terus aku menghayati suasana ini. Sekilas tampak seram sekali tanpa kehadiran siapa-siapa di ruangan kecil ini. Tetap kupandangi tubuh atletis suamiku yang tak lagi bernyawa di depanku. Terasa sekali ketika pertama kali kami bercinta. Kami benar-benar keenakan di malam pertama yang masih seperti kuingat kemarin. Peluh yang membasahi tubuh kami dan suara desahan memberikan bekas yang sangat dalam bagi jiwa kami berdua. Oh, alangkah indahnya masa itu. Baiklah, bawa serta temanmu dalam tugas ini. Semakin banyak orang semakin cepat selesai. Tapi ingat…honor tetap seperti semula. Tegas suara dari balik telepon. Sa..sa..saya mengerti. Jawab penelpon itu. Hahahaha…Pastikan semua tersusun rapi sesuai rencana. TANPA SAKSI – TANPA BUKTI. Hahahaha… Luapan emosi terngiang di antara rongga telinga penelpon itu. Agak kering bibir ini terkecap. Aku membasahi kedua bibirku dengan lidah. Kembali kutatap seonggok tubuh manusia yang tak lain adalah tubuh mati suamiku. Wajahnya yang tegar tidak mengisyaratkan kalau ia mati dengan cepat. Teringat bagaimana orang-orang kampung begitu menghormatinya melebihi tetua kampung kami. Belum pernah ada orang yang mau merelakan waktunya demi hanya memperbaiki sepeda anak tetangganya, atau memandikan kerbau-kerbau orang kampung, atau sekedar membersihkan rumput-rumput halaman rumah kawannya dan tidak meminta suatu upah apapun. Sungguh suamiku seorang yang gentleman, entah apapun artinya itu. Thok…thok…thok… Maaf, saya diutus oleh tuan TW untuk menemui anda sekarang. Seorang bertampang seram dengan perut buncit berbicara. Siapa namamu?! Serang orang yang membukakan pintu. Saya DL, Nya…Jawabnya. Jadi ia sudah membaca pesanku. Pikir si penerima tamu yang tak lain adalah seorang perempuan tigapuluhan dengan muka dan penampilan yang datar. Baik, ikut aku ke dalam, kita bicarakan ini di dalam! Lanjutnya. Kemarin lusa aku masih sempat mendengarkan siulannya setelah memukuliku karena terlambat bangun pagi. Hal itu biasa dilakukannya setelah kami mengetahui bahwa aku tak akan pernah menjadi ibu dari anaknya. Benihku tak menghasilkan keturunan. Di kala itu sorot matanya berubah menjadi tajam. Mertuaku sampai-sampai tak dapat mengenali anaknya sendiri. Raut kekecewaan itu kini tak dapat kunikmati lagi walaupun sebelumnya ia sering memukuliku jika berbicara dengan menatap mukanya. Sungguh sayang…… Yth. TW Oh, tolong aku. Aku sudah tak sanggup lagi menghadapinya. Aku tidak tahan lagi untuk berteriak dan pergi dari rumah ini. Sudah cukup aku meredam segala kegilaan ini, dan sekaranglah saatnya aku memutar arah angin itu. MR (bunyi MEMO di meja seorang pengusaha yang juga kakak dari si penulis memo). Mengangkat gagang telepon. Cepat kirim DL ke rumah adikku! Dalam kekelaman ini aku menangisi diriku sepenuhnya. Aku tak merasa sedih juga tidak gembira. Perasaan ini belum sekalipun hingap di dalam kalbuku. Tubuh kaku itu masih mengiris duka dan ironi. Sejenak diriku serasa melayang. Aku tidak tahu haruskah aku menangis atau tersenyum. Aku telah membunuh suamiku. Dosa itu tak sesunyi nyanyianmu…… -Alejandro Fiscossin-

Pudan dan Japin

Tepat ketika aku harus mengisi bilik-bilik di otakku dengan buntalan elektro-magnetik, tersadarku pada kenyataan yang mengibakan; bahwa ilmu pengetahuan adalah sampah yang membumbung tinggi di dalam pusaran angina halusinasi. Ilmu bukan kekuasaan seperti yang diungkap oleh beberapa orang jika tak cukup satu orang, ataupun modal untuk meraih kemuliaan. Perasaan bersalah mulai menggerayangiku. Begitu pula dengan pikiranku yang tak pernah bersih. Aku mulai gelisah kala mendengar seorang ibu menyayangkan mahalnya biasa menyekolahkan anaknya. Ibu itu seringkali berujar bahwa ilmu adalah segalanya, ilmu dapat membawamu menuju kehidupan yang bahagia, nak! Dan alangkah bersedihnya ibu itu saat anaknya tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi dengan alasan tidak lulus seleksi masuk. Padahal kini tiada menahu lagi aku dengan segala ucapan yang pernah dilontarkan ibu yang naas tersebut. Aku membatu memikirkan kembali perkataan ibu itu. Aku sinergikan dengan pikiranku yang katanya orang sudah sesat ini. Aku memilih untuk menyebutnya konyol. Mungkin juga ilmu pengetahuan pernah menjadi ajang kebinalan ilmuwan mengangkat gagasan-gagasan konyolnya. Itu pula yang aku pikirkan. Sudah meluap-luap kepala ini beradu dengan waktu. Namun, tak kudapatkan sintesis dua pikiran yang sama konyolnya itu. Ilmu pengetahuan kembali tak membantuku menyelesaikan keresahan, sama ketika aku harus menyelesaikan hutang-hutangku. Mungkin terlalu berat beban pengetahuan menanggung persoalan ini. Mungkin bukan dia jawaban bagi segala-galanya. Mungkin apa yang kutemukan adalah benar walau aku masih yakin aku belum tahu pasti apa itu benar. Ilmu pengetahuan dan apapun namanya selalu bena di dalam dunianya sendiri. Begitu juga dengan aku. Ilmu pengetahuan tak lebih dari sekedar sampah kebudayaan saja. Kata mereka banyak orang yang tak berilmu dapat menemukan kebahagiaan. Kata mereka kalau ingin kaya jangan sekolah. Aku malah menemukan dua pertanyaan dari apa yang tertulis barusan. Pertama, apakah bahagia adalah kaya? Kedua, apakah ilmu didapat dari sekolah. Dan kesimpulan dari pertanyaan itu adalah pertanyaan yang lain lagi, apakah ilmu membawa kita pada kebahagiaan? Kalau dua pertanyaan sebelumnya dijawab “ya”, maka aku yakin jawaban untuk pertanyaan selanjutnya pasti sama. Kembali aku pada sampah yang mulai mengotori mataku. Rupanya bukan sama yang aku bicarakan sebelumnya. Hanya saha aku teringat ucapan teman bahwa belajar memiliki beberapa bentuk, yaitu occipatory learning, visual learning dan kinesthetic learning. Kalau tidak salah mata termasuk salah satu perangkat keras yang digunakan dalam salah satu proses tersebut. Yang membuatku heran bagaimana mungkin mata yang centil, mungil, tengil dan il-il yang lain dapat menjadi pabrik besar penghasil pengetahuan bagi seseorang. Apakah sebegitu hebat kemampuan mata yang cantik, lentik, jentik dan tik-tik yang lain itu. Kalau begitu barulah aku percaya mereka juga mengeluarkan limbah sisa-sisa produksinya, seperti yang sekarang terjadi pada mataku. Kini limbah kuning-kemuning itu bersatu dengan dosa-dosa pengetahuan yang memaksaku menyerap sebanyak mungkin data-data untuk disimpan ke dalam komputer biologis milikku semata wayang. Bukannya dengan begini aku mengakui ilmu pengetahuan? Ya, benar sekali dan untunglah hanya sebatas ini pengakuanku dan kepercayaanku terhadapnya. Lain lagi ketika aku harus kembali dipaksa mengingkari kenyataan yang tak selamanya menjadi duniaku. Aku akan meregangkan jantungku barang sejenak. -Angelina Ferdinant-

Sisa

Dengan sisa-sisa energinya sebuah baterai mencoba mengerakkan jarum jam maupun hanya sekedar menggetarkan ujungnya tanpa harus melangkah. Begitu juga dengan AKU! Tanpa harus menunggu tenagaku terisi penuh, aku harus mengatasi semua masalahku, tanpa bantuan yang lain. Aku beranjak gila dan tak kembali. Memang kewarasanku hanya diukur melalui ukuran produktivitas yang tak dapat kucapai saat ini. Tulisan ini hanya menegaskan kekuranganku. Bisakah tangis menghancurkan kegilaan? Atau aku harus rebut sendiri kewarasan yang dulu hinggap di hati. Sudahlah, bukan saatnya lagi mengeluh.......................

Monday, June 19, 2006

MImPi(=)HIdUp

Ketika impian menjadi hidupku. Ataukah hidupku hanyalah impian. Boleh jadi ini adalah kebebasan. Bermimpi itu bebas, namun tidak membebaskan. Apa yang terjadi jika ternyata kita bangun dan mengetahui semuanya hanyalah sebuah mimpi?, termasuk juga ketika kita terbangun dari lamunan (daydreaming) yang akut di siang hari. Apakah kita masih merasa bebas? Atau sebaliknya? Kita mulai terbelenggu untuk mewujudkan mimpi kita menjadi nyata. Berbahagialah orang yang menganggap mimpi hanya terjadi di dalam tidurmu, bukan di alam nyata. Bagi diriku dan orang-orang yang ingin mewujudkan impiannya, akan selalu menjumpai ilusi-ilusi yang tak pernah kami sadari. Ilusi tak sama dengan impian. Jika impian itu tak nyata, maka ilusi sangat nyata sekali. Selama indera kita masih dapat bekerja, kita selalu menemui ilusi di sekitar kita. Namun, ilusi tak selamanya berkonotasi buruk. Justru melalui ilusi itu kita dapat mewujudkan impian kita. Kita bermimpi memiliki kendaraan super cepat dan super canggih. Bangun dari bermimpi kita senang mendapatkan sebuah sepeda motor, meskipun di dalam impian kendaraan itu adalah sebuah Ferrari. So, masih menganggap dunia bukan ilusi? Orang yang menolak anggapan ini adalah orang yang sangat menderita. Orang inilah yang benar-benar hidup di dalam negeri impiannya. Orang-orang pemimpi menginginkan lebih dari ilusi. Jika dia bermimpi tentang Ferrari, maka dia harus mendapatkan Ferrari setelah bermimpi. Inilah penderitaan hidupnya. Akan tetapi bagi orang yang memahami hidup adalah ilusi, jangan senang dulu. Ketika kita tahu ini semuanya hanya ilusi, maka kita akan diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk memaknai ilusi itu sekehendak kita. Nah, inilah yang menjadi penderitaan kita. Bagi seorang masochist cambukan pecut bisa dimaknai sebagai kenikmatan daripada kesakitan. Sedang bagi orang yang menganggap semua itu ilusi, cambukan pecut tak dapat terjelaskan. Pilihan antara kenikmatan dan kesakitan menjadi abadi. Ilusi menjadi semakin nyata dan bayangan tetang dunia menjadi kabur. Kebebasan mengambil alih penderitaan, tetapi menjerumuskan kita ke dalam sumur tanpa dasar. Kita terjatuh dan tak pernah berhenti. Derita Sisifus terulang dan kutukan kebebasan menguasai hidup. Itulah penderitaan orang-orang bebas. Lalu, kau mau pilih yang mana?

Wednesday, February 08, 2006

Kapan sebuah tanya membuatmu resah?

Sebuah persepsi akan suatu hal atau kejadian atau barang kadangkala memiliki racun yang tak tertebak oleh nalar. Kita mengimpresikan percikan pemikiran pada sesuatu yang sebenarnya tidak kita inginkan kehadirannya. Seseorang yang memangsa nalarnya sendiri sebenarnya tidak benar-benar lapar. Hanya keinginan untuk melintasi ruang dan waktu yang tak tertahankan. pikiran itu dapat berbentuk pertanyaan, kritik, sanggahan, pujian, romantisme, ataupun sekedar basa-basi. Kala mulut terkesiap untuk bicara, tak ada lagi aliran darah yang membubuti otak. Seketika itu juga kita kehilangan akal. Kewarasan bukan istilah yang tepat untuk dimainkan. Loncatan pikiran itu tentu saja memberi kita dua pilihan. Itu adalah mukjizat atau itu adalah bencana. Saat kegamangan menendang-nendang cerebri sudah sepantasnya kita merasa takluk dan binasa oleh bahasa yang mungkin tak menguncup di permukaan hemisphere kiri kita. Maka kembali lagi kita pada persoalan awal. Kapan sebuah tanya membuatmu resah? sesungguhnya pertanyaan sudah mengintisarikan jawabannya. Begitu juga pertanyaan-pertanyaan lain yang tak terhingga banyaknya. Namun, untuk menjawab pertanyaan itu mulailah membuat suatu garis batas dan menorehkan garis batas yang lain di sekelilingnya. Sehingga dimungkinkan hal atau sesuatu yang menjadi esensi pertanyaan mulai terpagari. Akan tetapi, bukankah eksistensi mendahului esensi? Satu lagi pertanyaan muncul akibat lemahnya garis batas yang dibuat. Tetaplah jua kita tak akan keluar dari dilema berkepanjangan ini. Yah begitulah jawaban yang terkira di dalam pertanyaan ini. Bagaimana dengan kamu????

Tuesday, November 29, 2005

Ya kah???

Membanjirnya orang-orang yang depresi saat ini ialah karena mereka tidak lagi dapat mensintesakan alam ideal dengan realita yang mereka hadapi. Lebih ekstrem lagi ketika mereka tidak bisa membedakan mana yang nyata (real) dan mana yang bukan (ideal). Gejala yang terakhir akan lebih ganas lagi dibanding yang pertama. Jika yang pertama berakhir pada keputusasaan, maka yang kedua berakhir pada kesesatan. Tak ada yang lebih baik dari keduanya. Maka, berbahagialah wahai orang-orang yang sadar.

Keinginan => Altruis => ?

Menurut psikoanalisa, ketika tidak ada kekurangan di dalam hubungan maka tidak diperlukan sebuah bahasa. Maksudnya, ketika segala apa yang kita butuhkan dari suatu hubungan itu telah kita butuhkan, maka kita tidak perlu mengkomunikasikan itu kepada pasangan kita (the other). Hal ini terjadi karena kita dan pasangan kita tidak terpisahkan. Dengan kata lain, kita dan pasangan kita telah menyatu. Dalam kasus ini sistem bahasa tidaklah berperan, melainkan sistem empati. Hati-hati mengenal empati karena empati benar-benar menyangkut hati. Empati identik dengan altruis namun tidak bekerja secara eksplisit. Empati terletak di dasar hati yang paling dalam dan hanya kepercayaan (trust) yang mampu mengangkatnya keluar. Terkait dengan pembicaraan kita, maka penyatuan dua individu akan lebih terbantu dengan saling mempercayai di antara keduanya. Kata Lacan, keinginan adalah keinginan atas keinginan orang lain. Kalau kita mengatakan bahwa keinginan bersifat altruis, berarti kita mendekati kebenaran sekaligus mendekati kecerobohan. Tidak semua altruis berdasar pada keinginan. Altruis hadir karena tidak adanya keinginan, sehingga seorang altruis membutuhkan orang lain untuk memanifestasikan bentuk keinginannya. Berbeda dengan keinginan yang dimaksud Lacan, yaitu bahwa seseorang menginginkan orang lain untuk mengungkapkan keinginan mereka sekaligus membawa masuk keinginan individu ini dalam satu keinginan yang sama. Biasanya disebut keinginan untuk menjadi. Selain itu, keinginan yang dimiliki seseorang seringkali menuntut adanya pelekatan dari keinginan orang lain dan menganggapnya sebagai keinginannya sendiri. Ini yang disebut keinginan untuk memiliki. Di dalam suatu hubungan, keinginan untuk menjadi dan memiliki pasangan adalah dua terma yang akan selalu diulang di setiap harinya. Setiap pelaku hubungan tak akan terbebas dari keinginannya. Oleh karenanya, jangan terlalu berharap bahwa keinginanmu dapat terpuaskan ketika kau menjalin hubungan dengan orang lain. Ironisnya, tak ada tawaran yang lebih baik dari itu. MAAF……….

Sunday, October 16, 2005

EpiDEmi

Saat ketika kita menjawab kata hati kita, itulah saat dimana kita mulai melangkah. Namun saat kita menjawab kata hati orang lain, itulah saat dimana kita harus menentukan arah langkah kita. Setiap orang pasti mencari kenyaman di dalam hidupnya. Bahkan seorang ekstrimis masochis masih mencari kenikmatan dalam rasa sakitnya. Mengapa tidak mungkin orang yang mengecap pahit kata penolakan dari orang lain akan berusaha mencari standing position yang kurang lebih tak menggoyahkan eksistensi mereka. Karena bahasa adalah pengingkaran dan akal adalah mesinnya. Kegundahan menjadi satu syndrome atas tidak bekerjanya mesin kebohongan. Akal adalah candu, begitu mungkin bunyinya. Diiringi dengan nada yang usang dan tari sempoyongan seseorang berusaha melenyapkannya hanya untuk mencapai kesakitan yang tak terkira. Adalah kepastian jika kesakitan itu akan membuat mereka jera. Tapi tidaklah mungkin orang itu akan menyadarinya sebelum konsekuensi akhir dari pertikaian itu terlihat. Maka, hujatlah dunia dengan kata-katamu, karena kata-kata itu lebihindah dari yang senampaknya. Kekal di dalam hatimu, kekal di dalam jiwamu.

Thursday, September 29, 2005

BBM Mundak!!!!

entah apa mo dikata........ SIALAANNNNN........... huh.... BBM mundak selangit apa yang dipikirin ma orang-orang itu ya.... kenapa juga bukan orang-orang gedongan yang dikasih beban....... kenapa malah kita-kita yang kecil nih yang diperes... sialan meskipun ngenet jalan terus, tapi bensin bocor terusssss... iyah soalnya ngenetnya gratis hahahaha..... awas kalo si perancang busana perekonomian indonesia (duag ckcckck) mampir ke sini, bakal gw plorotin, sekalian aja jadi mahasiswa matre..... Lagian hare geneee bensin naek, walhasil uang angkot naek, makanan juga naek.... bentar lagi lebaran, gak mungkin mudik naek becak.... seX lagi, SIALAAAANNNNNN!!!!!!!!!!!!

Tuesday, September 13, 2005

Friday, August 12, 2005

GuLanA

Apa yang kau lakukan di kala gundah? Apakah kau mencoba mengatasi kegundahan itu? Berusaha menenangkan diri? Mencari tahu penyebab kegundahan itu? atau bahkan mengukur sejauh mana kegundahan itu berpengaruh pada aktivitasmu? Yah itu memanglah susah. Akan tetapi ada satu cara alami untuk menjawab sebuah kegundahan. Cara ini bukanlah magic yang secara tiba-tiba membuat rasa itu hilang. Atau juga ini tidak akan membuat kita menjadi kebal dengan rasa gundah yang mengguncang jiwa. Cara ini sebenarnya cukup mudah. Cukup dengan menjawab pertanyaan yang ada di atas dengan jawaban, "Jika saya gundah, nafas saya menderu sampai tak tahu kapan saya harus mengambil udara dan mengeluarkannya, mata saya menerawang liar tanpa ada tujuan untuk melihat, lidah saya kelu bahkan getir tak akan mengganggu, telinga saya hampa seperti mendengar rumah keong di pinggir pantai yang ditinggal pemiliknya, kulit saya menebal sehingga tak merasakan sekelilingnya, pikiran saya kacau tanpa arah tanpa keinginan, hati saya menipis hingga mudah sekali terkoyak". Cobalah untuk berdiskusi dengan diri sendiri saat melakukan ini dan jangan coba-coba menjawab ini dengan suara yang dapat didengar oleh orang lain. Hal itu akan mengurangi efek treatment ini. Get your own self-trancendence..... selamat mencoba !!!

Friday, July 01, 2005

Normalisasi "Hidup yang Normal"

Kadangkala aku berpikir apakah hidup itu harus selalu normal? kalo iya... gimana sich rupa dari hidup yang normal itu. Apakah memiliki keluarga yang lengkap kemudian menyelesaikan studi dan bekerja untuk menghidupi keluarga yang baru itu bisa disebut hidup normal? atau mungkin tinggal di suatu rumah yang layak, berpakaian rapi dan makan teratur juga bisa disebut normal? ataukah mungkin memiliki gelar, prestasi dan pekerjaan yang mapan bisa juga disebut normal? Aku masih tak tahu bagaimana otak ini mengkonstruksi teori tentang "hidup normal" itu. aku seperti mencari sebutir pasir di atas pantai. banyak jawaban namun tak kuketahui mana yang kubutuhkan. apakah selamanya aku harus tetap berada di atasnya saja tanpa harus memilah-milah jawbaan itu. toh, dengan begitu aku bisa berdiri tegak dan menjalankan hidupku dengan layak. Tapi mungkin ada jawaban yang lain atas kekalutanku ini, aku tak tahu......

Tuesday, June 28, 2005

Walk to Remember

Kuberjalan melewati tanda-tanda zaman yang lambat laun mempengaruhiku. Bergelut ku dengan tanda-tanda itu sembari meneriakkan "AKU INGIN BEBAAAASSS...!!!". Ah, tetap saja teriakku serak tak terdengar. Hanya kini kuyakin bahwa saatku bercermin aku benar-benar tak dapat melewatkan satu tanda pun dari tubuh dan akalku. Eits... Tungggu dulu. Akulah tanda-tanda itu....!!!

Tuesday, June 14, 2005


Burex !!!! Posted by Hello

Monday, June 13, 2005


Screw your panties, galz..... Posted by Hello

Friday, June 10, 2005

Sex in the Head

Baru saja kulihat otakku melumer dan jatuh ke tanah membentuk sebuah relief yang janggal di mata. Kuperhatikan lebih dekat dan kulihat dalam lembaran-lembaran yang menggunung seperti darah haid terkumpul huruf-huruf yang berceceran tak keruan. Benarkah otakku mengalami menstruasi seperti halnya vagina, aku tak tahu pasti. Yang kutahu benih sel telur di dalam otak ini sudah lama tak dibuahi. Aku terlalu capai untuk berlonjak-lonjak menantikan sang pejantan rasio mengejakulasikan selnya ke dalam korteks. Aku terlalu takut. Sudah lama sekali trauma pendarahan itu menghantuiku. Namun baru kali ini kurasakan dampaknya. Otakku menstruasi! Dinding-dinding cerebriku mulai mengelupas dan menggumpal keluar dari kepala. Badanku terasa nyeri. Sebuah iklan mengatakan "bagaimana jika pria mens?" Well, Ini bukan masalah kelamin. Semua orang punya otak, tak terkecuali pria. Sekarang tinggal bagaimana mereka memanfaatkannya. Otak bisa saja mens jika tidak dibuahi. Otak juga bisa menjadi mandul karena terinfeksi semacam senyawa organis yang memiliki rumus M4(L4)S..... Am I right....??!!

Wednesday, June 08, 2005

Bersendau gurau dengan bayang hitam

Kamu kelihatan lucu saat menggoyangkan kepala. Aku tak bisa hentikan kelucuan itu walau aku mencoba melakukan hal yang sama. Karena kamu tidak melakukan itu. Aku hanya mengiranya saja kamu melakukan itu. Meskipun pada saat yang sama aku juga merasa sedang melakukannya. Bukankah kita sama? tidak katamu? Itu khan karena memang kamu sedang tidak suka merasakannya. Bagaimanapun juga kamu harus bertanggung jawab atas segala kelucuan yang kamu tunjukkan kepadaku, bagaimana aku tak bisa menirumu dan mengapa aku sampai mengira kamu lucu padahal bukan itu yang menjadi perasaanku. Aku cukup masuk akal untuk menganggapmu hanya sebagai bayanganku. Tetapi ada sesuatu yang tak mungkin terucap walau kamu mulai membuka mulut pada saat ini. Aku tak berani melihat mulutku yang bergerak, nyerocos tak keruan. Bukan itu yang aku inginkan. bukan itu yang terjadi.......
Karena kamu adalah bayangku.................

Very.... very.... strangerland....

Hai This is my first experience in the blogspotworld. I've never thought that there're a lot of facilities brought by this sHit!!! Hahaha... I'm happy now or else I die.... C U guys...