Wednesday, February 08, 2006

Kapan sebuah tanya membuatmu resah?

Sebuah persepsi akan suatu hal atau kejadian atau barang kadangkala memiliki racun yang tak tertebak oleh nalar. Kita mengimpresikan percikan pemikiran pada sesuatu yang sebenarnya tidak kita inginkan kehadirannya. Seseorang yang memangsa nalarnya sendiri sebenarnya tidak benar-benar lapar. Hanya keinginan untuk melintasi ruang dan waktu yang tak tertahankan. pikiran itu dapat berbentuk pertanyaan, kritik, sanggahan, pujian, romantisme, ataupun sekedar basa-basi. Kala mulut terkesiap untuk bicara, tak ada lagi aliran darah yang membubuti otak. Seketika itu juga kita kehilangan akal. Kewarasan bukan istilah yang tepat untuk dimainkan. Loncatan pikiran itu tentu saja memberi kita dua pilihan. Itu adalah mukjizat atau itu adalah bencana. Saat kegamangan menendang-nendang cerebri sudah sepantasnya kita merasa takluk dan binasa oleh bahasa yang mungkin tak menguncup di permukaan hemisphere kiri kita. Maka kembali lagi kita pada persoalan awal. Kapan sebuah tanya membuatmu resah? sesungguhnya pertanyaan sudah mengintisarikan jawabannya. Begitu juga pertanyaan-pertanyaan lain yang tak terhingga banyaknya. Namun, untuk menjawab pertanyaan itu mulailah membuat suatu garis batas dan menorehkan garis batas yang lain di sekelilingnya. Sehingga dimungkinkan hal atau sesuatu yang menjadi esensi pertanyaan mulai terpagari. Akan tetapi, bukankah eksistensi mendahului esensi? Satu lagi pertanyaan muncul akibat lemahnya garis batas yang dibuat. Tetaplah jua kita tak akan keluar dari dilema berkepanjangan ini. Yah begitulah jawaban yang terkira di dalam pertanyaan ini. Bagaimana dengan kamu????